Di Bawah Bayang-Bayang Tirani Dibalut Reformasi

Sejak Senin, 25 Agustus-28 Agustus 2025 telah terjadi demonstrasi di Senayan, Jakarta yang menuntut pembubaran DPR RI, karena terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap “wakil rakyat” dari buntut tunjangan yang didapatkan oleh setiap anggota Dewan selama sebulan, sedangkan penghasilan rakyat sangat jauh dari kata sejahtera.

Fenomena tersebut melahirkan banyak opini publik di media sosial ada yang pro dan kontra di jagat media sosial. Belum lagi proses yang dilakukan oleh penjaga ketertiban (polisi) yang kerap kali bertindak represif dalam menangani para demonstran yang kerap rusuh. Akan tetapi, kalau ditinjau kembali proses demontrasi tersebut, mereka hanya ingin menyuarakan aspirasi rakyat terhadap “wakil rakyat” untuk meninjau kembali proses anggaran tersebut di tengah “efisiensi besar” yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.

Framing media yang muncul ke publik khususnya media konvensional seperti televisi, saat ini tidak menampilkan sisi media yang “netral” bahkan saat terjadi fenomena-fenomena yang disinyalir menyakiti rakyat, itu beberapa tidak ditunjukkan ke publik, malah hari ini banyak penggiringan opini di lihat dari media sosial seperti tiktok, instagram, dan X yang dinilai oleh publik lebih akurat dan kredibilitasnya tinggi.

Ketika demo 25 Agustus 2025, driver ojek online yang sedang lewat di jalan yang ada demonstrasi, ditembaki gas air mata. Saat demo 28 Agustus 2025, terjadi penabrakan terhadap 4 orang pendemo bahkan ada satu driver ojol yang dilindas oleh mobil reserse Brimob, hal ini memicu empati publik dan reaksi dari para komunitas ojol yang pada malam itu juga mendatangi Mako Brimob di kantor Polri.

Banyak juga fenomena yang belum terselesaikan oleh para pejabat yang berwenang baik kasus kesehatan, pendidikan, dan ekonomi rakyat yang hari ini bergerak lambat, malah sibuk memberikan beberapa kemewahan yang signifikan kepada para pejabat tersebut. Padahal, 17 Agustus 2025, kita baru merayakan kemerdekaan yang ke-80 tahun, lalu di sini yang merdeka itu siapa? Rakyat masih terjajah secara akses publik pada ekonomi mereka masih sangat kurang, lapangan pekerjaan yang katanya 19 Juta lapangan kerja belum ada, akses kesehatan masih banyak terkendala oleh hal administratif “BPJS”, pendidikan kita masih mahal biayanya dan bahkan disebutkan bahwa pendidik sebagai beban Negara.

Propaganda Media

Buzzer politik bermunculan di media sosial dengan cyber army untuk melakukan blow up rekonstruksi opini publik terhadap suatu realitas yang terjadi pada saat itu supaya isu tersebut meredam dan publik teralihkan kepada isu lainnya dan melihat isu tersebut seperti yang ditampilkan media, tidak seperti fakta yang terjadi di lapangan.

Beberapa akun buzzer yang awalnya mengadu domba publik dengan beragam argumen yang menyatakan “kita hari ini sedang diadu domba oleh pemerintah” dengan posisi akun yang kriterianya sama, dengan posisi akun yang berbeda-beda. Tiba-tiba selama alur demonstrasi berlangsung, narasinya menjadi berubah dengan “Bubarkan DPR RI, Prabowo-Gibran baik”. Narasinya seakan mengadu domba antara eksekutif dengan legislatif.

Trias politica yang dijabarkan oleh Montesqieu, bahwa dalam Negara yang baik terjadi pemisahan antara pengawas dan perencana (legislatif), pelaksana (eksekutif) dan penindak (yudikatif). Hal ini menjadi anomali di Indonesia yang menganut sistem demokrasi pancasila pasca 4x perubahan amandemen, dan memang kita pernah punya sejarah bahwa legislatif pernah akan dibubarkan melalui dekrit presiden, walaupun hal tersebut tidak pernah terjadi.

Maka kita selaku penikmat media, harus mampu memfilterisasi segala macam informasi supaya terkumpul informasi yang kredibel dan akurat, supaya tidak terjebak narasi tidak jelas dan terjebak dalam pusaran arus yang dibuat oleh mereka yang ingin mengkotak-kotakkan publik untuk saling mencaci maki.

Pembungkaman-pembukaman terhadap beberapa hal, khususnya dalam hal kebebasan berekspresi yang dilakukan oleh masyarakat pun menjadi salah satu poin penting, bahwasanya salah satu unsur penting dari demokrasi ialah hak asasi manusia, dan kebebasan media. Kenyataannya, sudah banyak pengondisian terlebih dahulu sebelum isu tersebut di publikasikan di media, dari sini pun sudah terlihat bahwa kenyataannya proses kebebasan berpendapat pun kerap menyerang mereka yang bersuara dan mendapatkan intimidasi.

Wallahu’alam Bissawab