Politik dan Premanisme di Indonesia: Sebuah Hubungan yang Mengakar

Hubungan kompleks antara politik dan premanisme di Indonesia telah menjadi fenomena yang terus berkembang, dari era Orde Baru hingga masa kini. Fenomena ini bukan sekadar tentang gangster atau penagih utang, melainkan sebuah dinamika kekuasaan dan hubungan sosial yang telah mengakar dalam sejarah bangsa.

Definisi dan Sejarah Premanisme

Menurut Ian Douglas Wilson, seorang ahli, “preman” dapat didefinisikan sebagai individu yang terlibat dalam hubungan sosial dan dinamika kekuasaan. Istilah “preman” sendiri berasal dari “free man,” merujuk pada mereka yang bekerja sama dengan sistem kolonial dan dianggap bebas dari berbagai kewajiban. Ini menunjukkan bahwa akar premanisme sudah ada sejak lama, bahkan sebelum kemerdekaan.

Era Orde Baru: Integrasi dan Kontrol

Selama era Orde Baru yang otoriter, rezim secara strategis mengintegrasikan preman lokal dan “jagoan” ke dalam struktur kekuasaan mereka. Hal ini dilakukan untuk menjaga kendali, terutama mengingat rasio polisi-terhadap-populasi yang rendah. Strategi yang digunakan bervariasi, mulai dari “siskamling” (sistem keamanan lingkungan) untuk melibatkan mereka dalam menjaga ketertiban, hingga operasi “Petrus” (penembakan misterius) yang bertujuan untuk menghilangkan mereka yang dianggap tidak dapat dikendalikan oleh negara. Legitimasi kelompokkelompok ini sering kali berasal dari koneksi mereka dengan kekuasaan formal, seperti militer, dengan tokoh-tokoh seperti Hercules di Tanah Abang menjadi contoh nyata dari integrasi ini.

Transformasi Pasca-Orde Baru: Fragmentasi dan Identitas

Setelah berakhirnya Orde Baru, hubungan kekuasaan ini mengalami fragmentasi. Hal ini memicu munculnya konstelasi kekuasaan baru, seperti organisasi massa (ormas) berbasis etnis atau agama. Kelompok-kelompok ini berusaha membangun legitimasi melalui identitas, seringkali menuntut “jatah” atau bagian berdasarkan klaim pribumi atau afiliasi lainnya. Forum Betawi Rempug (FBR) adalah salah satu contoh ormas yang menunjukkan bagaimana identitas menjadi dasar untuk mendapatkan pengaruh dan bagian dalam sistem.

Premanisme dalam Pemilu: Pergeseran Strategi

Pengaruh preman sebagai kekuatan mobilisasi politik, terutama dalam pemilihan nasional, telah mengalami penurunan seiring waktu. Dulu, partai-partai politik sering memiliki unit keamanan (satgas) khusus untuk intimidasi dan mobilisasi massa. Namun, pendekatan ini sekarang dianggap kurang efektif. Sebaliknya, kelompok-kelompok seperti Pemuda Pancasila menunjukkan adaptasi dengan menjaga hubungan baik dengan semua kubu politik. Strategi ini memastikan kelangsungan hidup dan relevansi mereka, terlepas dari hasil pemilihan.

Keamanan sebagai Komoditas dan Dampaknya

Diskusi tentang premanisme juga menyentuh aspek komodifikasi keamanan. Munculnya perusahaan keamanan swasta dan komunitas berpagar mencerminkan tren ini. Keamanan kini menjadi sesuatu yang dapat dibeli, yang pada gilirannya mencerminkan meningkatnya ketimpangan sosial dan penurunan ruang publik sipil. Fenomena ini bahkan dapat mengarah pada terbentuknya “negara di dalam negara” di area pemukiman elit, di mana keamanan menjadi hak istimewa bagi mereka yang mampu membayarnya.

Dampak pada Demokrasi Indonesia

Secara umum, premanisme, yang didefinisikan sebagai pemaksaan kehendak atau penggunaan kekuasaan untuk kepentingan eksklusif, memiliki dampak negatif pada demokrasi Indonesia. Praktik ini merusak wacana kepentingan publik dan menghambat proses demokratis yang sehat. Meskipun demikian, harus diakui bahwa premanisme telah menjadi realitas sosial yang mengakar di Indonesia, sebuah tantangan yang kompleks dalam upaya mewujudkan demokrasi yang lebih matang dan inklusif. []