Di Hari Maulid Nabi, Membaca Salawat “Bhar Do Jholi”

Jika ada lagu India, salah satu yang paling menujah di dada saya, itu adalah Bhar Do Jholi. Saya pertama mendengarnya dinyanyikan Adnan Sami dalam film Bajrangi Bhaijan yang dibintangi Salman Khan. Dari awal liriknya, mendengar nama Kanjeng Nabi Muhammad disebutkan, ada getar yang langsung merayapi hati. “Lagu apa ini?” gumam saya.

Setelah saya telusuri awal mula lagu ini, memahami arti liriknya, melacak bagaimana dan siapa yang menyanyikannya, akhirnya saya memberi kesimpulan, ini adalah selawat, tapi tak berbahasa Arab. Nuansanya sufistik, penuh mistis, bahkan seperti meleburkan Tuhan, Muhammad, dan Manusia, dalam satu cinta.

Lagu yang saya ketahui dari film ini, telah mewakili banyak hati manusia, yang terus bersimpuh di altar Yang Maha Pencipta, untuk meminta kasih, ampunan, anugrah, dan keberkahan. Namun, karena merasa diri penuh khianat dan dosa, agar permintaannya terkabul, ia seret nama Kanjeng Nabi, kekasih hati-Nya.

Maka, di hari kelahiran Kanjeng Nabi ini, saya ingin berbagi selawat Bhar Do Jholi sambil tertunduk, di depan keagungan Muhammad, dan di hadapan Kemahaan Tuhan.
_________________________

Mereka mendatangi pintu gerbang-Mu
Dengan tangan menengadah,
Seraya menyebut nama Nabi,
Kekasih hati-Mu..

Aku juga datang ke pintu-Mu
Dengan wajah tertunduk.
Karena Engkaulah yang mampu
Mengubah nasib hamba yang hina ini..

Aku memohon restumu, wahai Muhammad..
Aku tak ingin kembali dengan tangan hampa.

Mataku basah dengan air mata,
Dan hatiku dipenuhi derita.
Sampai Kau merubah nasibku yang rusak.
Aku tak akan meninggalkan pintu-Mu.

Penuhi harapanku, duhai Tuhan.
Penuhi keinginanku, duhai pujaan semua orang.
Penuhi harapanku, wahai Nabi.
Penuhi keinginanku, wahai yang terpuji.
Aku tak ingin pulang dengan tangan hampa.

Lihatlah keadaanku..
Saat mencarimu, wahai Nabi.
Tanpa sadar, aku berkelana dari pintu ke pintu.
Tanpa alasan, aku mengembara ke sana kemari.
Hibur hatiku, wahai Nabi..
Aku datang dari jauh penuh harapan

Berikan sedikit anugrah-Mu, ya Tuhan..
Hingga Kau menjawab doaku.
Aku takkan tinggalkan tempat suci-Mu.

Kumohon restumu, wahai Muhammad
Aku tak mau kembali dengan tangan hampa.
Penuhi harapanku, wahai yang terpuji.
Aku tak mau kembali dengan tangan hampa.

Engkau tahu maksud hatiku kemari..
Sebab Engkau mampu membaca bisik hati.
Semoga hembusan doaku mencapai langit.
Dan bintang pun ikut bermunajat untukku.

Ya Nabi, pagi pasti akan menjelang.
Sampai kau mendengar setiap doaku,
Aku tak akan tinggalkan pintumu.
Kumohon restumu, wahai Muhammad.
Aku tak mau kembali dengan tangan hampa.

Kasihinilah aku, duhai Tuhan.
Rangkullah aku ke hati-Mu sekarang.
Aku tak akan meninggalkan pintu-Mu.
Sampai apa yang hilang dari hatiku Kau kembalikan.

Penuhi harapanku, wahai Nabi.
Aku tak ingin pulang dengan tangan hampa.

________________

Usai mendengar lantunan Bhar do Jholi, maka cerita Jalaluddin Rumi seketika menjelma, cerita yang kemudian dikutip Annemarie Schimmel dalam buku ‘Dan Muhammad Adalah Utusan Allah’ yang pernah berganti judul menjadi ‘Cahaya Purnama Tuhan’:

Ketika Kanjeng Nabi masih kecil dan hilang di padang pasir, Halimah sang ibu susuan mencari-carinya sambil teriak gelisah, “Muhammad.., Muhammad.., janganlah engkau hilang!”

Lalu ada sebuah suara menjawab, “Tenanglah, Muhammad tak akan hilang darimu, tapi justru dunia yang akan hilang dalam dirinya.”

Duh, Gusti Rasul, wilujeng Ngajadi Ngadaun Ngora.