Merawat Kenegaraan, Menegakkan Keadilan

Sejatinya kehadiran Maulid Nabi Muhammad (12 Rabiul Awal 1447 H) yang jatuh pada tanggal 5 September 2025 menjadi momentum yang tepat untuk belajar arti kenegaraan di tengah-tengah kepemimpinan yang saling menyalahkan dan mencari kambing hitam dalam menegakan (keadilan) hukum?

Sang Negarawan

Kepemimpinan Rasul adalah pemerintahan tersukses sepanjang sejarah, seperti ditulis Fatkhul Anas Peneliti Centre for Religion and Social Studies Yogyakarta.

Keberhasilan memimpin masyarakatnya diamini oleh Michael H Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, Resived and Updated for the Nineties (1992) yang menempatkan Rasulullah sebagai peringkat satu dari seratus tokoh.

Alasannya sederhana, ”Saya memilih Muhammad sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan pembaca dan mengundang pertanyaan berbagai pihak. Akan tetapi, menurut saya, hanya dia-lah lelaki dalam sejarah yang benar-benar sukses, baik sukses di bidang keagamaan maupun sukses di bidang duniawi.”

Kekaguman terhadap nabi Muhammad atas kesuksesannya dalam membangun pemerintahan yang adil, toleran, sejahtera, makmur dikemukakan oleh Sir George Bernard Shaw, penulis buku The Genuine Islam (1936) yang menulis, ”Saya telah menyelidiki secara saksama laki-laki yang menakjubkan ini. Dalam benak saya, ia (Muhammad) jauh dari sikap anti-Kritus. Bahkan, dia harus dijuluki sebagai penyelamat kemanusiaan.” Ketakjubanya membuat ia berkata menegaskan, “Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia: Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini.”

Memang Rasulullah saw adalah manusia yang paling layak ditiru, akhlak yang mulia selalu tercermin dalam setiap perkataan dan tingkah lakun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Kemuliaan akhlak Nabi saw telah diakui bukan hanya oleh umat Islam.

Walhasil, kehadiran Maulid Nabi harus menjadi wahana membangkitkan ghirah kenegaraan yang tidak pandang bulu dalam menjalankan tugas, menegakkan keadilan, sebab setiap pemimpin adalah amanat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas segala apa yang diperbuatnya.

Prinsip Kenegaraan

Pasca Futh Mekah (pembebasan Makah) dalam urusan kenegaraan Rasulullah di Madinah selalu berangkat dari persaudaraan, persahabatan dan ekonomi. Ini dituturkan oleh Muhammad Husein Haikal dalam Hayatu Muhammad (1980).

Prinsip-prinsip kenegaraan yang diterapkan oleh Rasul mewujud pada; Pertama, persaudaraan dan persahabatan. Setibanya Rasul di Madinah, langsung membangun solidaritas kebangsaan di antara kaum Muhajirin dan Ansar.

Mempersaudarakan para sahabat, seperti; Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid, Umar bersaudara dengan Itban bin Malik al-Kharaji, Hamzah bersaudara dengan Zaid bekas budaknya.

Untuk kaum Yahudi, seperti Bani Nadir, Bani Kainuqa, Bani Quzaifah, dan Bani Khaibar, Rasul menjalin persahabatan. Perjanjian antara ia dan kaum Yahudi pun dibuat yang intinya bekerja bersama-sama menjaga keutuhan negara Madinah dengan saling menghormati, menghargai, dan tidak saling menyakiti.

Kedua, membangun perekonomian. Berkat persaudaraan yang telah ditumbuhkembangkan Rasul, pintu perekonomian semakin terbuka. Kaum Muhajirin yang saat datang ke Madinah tidak membawa bekal apa pun segera memperoleh pekerjaan. (Republika, 09/07/2009)

Menurut Afzalur Rahman cendekiawan dari Pakistan mengurai kepribadian Muhammad sebagai sosok negarawan dalam Ensiklopedi Muhammad SAW (2009).

Pada jilid tujuh memaparkan Muhammad sebagai negarawan dengan membumikan sikap kenegaraanya melalui; Benih-benih Kenegarawanan, Menjadi Kepala Negara di Madinah, Permusuhan terhadap Misi Kerasulan, Hukum dan Ketertiban Sifat dan Kekuasaan, Badan-Badan Negara Administrasi, Administrasi Pemerintahan hingga Penghimpunan Zakat, Sistem Pengawasan Masyarakat hingga Perjanjian dengan Bangsa Asing, Tawanan Perang dan Pemberian Amnesti, Menghapus Perbudakan, Perjanjian (1 dan 2), Hubungan Internasional dan Kebijakan Luar Negeri, Membangun Hubungan Politik yang Santun, Diplomasi Politik, Surat-surat Rasulullah Saw. (1 dan 2), Penerimaan Duta Utusan, Utusan dari Bani Mukharib hingga Adiy ibn Hatim

Sejak kemerdekaan bagi Mekah Nabi Muhammad tetap mengakomodir perbedaan kepercayaan dan keyakinan asal tak berbuat onar, taat pada aturan yang telah ditetapkan dan bersedia membayar pajak mereka bisa hidup berdampingan dengan kaum Muslimin. Sungguh indah bukan!

Keindahan dalam menyikapi perbedaan memberikan inspirasi bagi Moxime Rodinson, seorang Orientalis Prancis menjelaskan perihal karismatik Muhammad “Ia mampu mempengaruhi orang-orang seperti seorang politisi sejati mampu mengelola ambisi, keserakahan, kesombongan, ketakutan orang serta kehausan mereka akan ideologi dan pengabdian. Sebagian orang masuk Islam dan sebagin lagi bersumpah setia seraya tetap pagan dalam hati. Setiap suku mengikat dalam Madinah sekaligus berjanji untuk menyediakn pasukan dan tidak memerangi suku lain yang bersekutu dengan Muhammad. Mereka menghancurkan berhala-berhala mereka dan mau membayar kontribusi sebagai orang beriman atau pajak yang dikenalan atas setuju. Setiap sikap terlihat disana, dari yang terlihat keyahudianya sampai yang benar-benar kafir sekalipun.”

Robert N. Bellah melalui bukunya Beyond Belief (1976) menguraikan Muhammad sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh ke depan. Dimulai dengan pembuatan Madinah yang dilandasi pada permulaan berdirinya Piagam Madinah. Telah melahirkan sesuatu yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat modern.

Dengan demikian, Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi tertulis pertama di dunia. Cakupan amanat dan kemodernan pemikiran ideologis yang dikandung di dalamnya adalah suatu kemajuan luar biasa di abad ke-7.

Uswah Hasanah

Dalam menyelesaikan persoalan Rasulullah tidak melakukannya dengan tindakan kekerasan, tetapi dengan bermusyawarah dan tegas sekalipun ada seseorang yang mengaku dirinya Nabi.

Kisan ini dimuat dalam kitab Al-Sirat al-Nabawi karya Ibn Hisyam ihwal korespondensi Nabi Muhammad dengan Musailamah.

Suatu waktu Musailamah berkirim surat kepada Nabi Muhammad yang berisi; Pertama, Musailamah mengaku secara terang-terangan ada Rasul selain Muhammad, yakni dirinya. Kedua, Berhubung bumi Allah sangat luas, maka Musailamah menawarkan kepada Nabi Muhammad untuk dapat berbagi teritorial kerasulan.

Membaca surat dari Musailamah, Rasulullah memberikan dua jawaban yang sangat tegas. Pertama, Nabi Muhammad menegaskan hanya dirinya rasul yang haq dan Musailamah adalah seorang pendusta (min Muhammad Rasul Allah ila Musailamah al-Kadzdzab). Kedua, Nabi Muhammad menegaskan benar bumi Allah itu sangat luas, tapi kemenangan hanya diraih kaum yang bertakwa, bukan pendusta.

Ikhtiar menyelesaikan segala permasalahan keumatan dan kemanusiaan harus dimuai dengan tata cara yang baik, seperti diperintahkan oleh Allah SWT dalam al-Nahl 125; “Berserulah ke jalan Tuhanmu dengan (metode) hikmah, mauizah hasanah dan diskusi dengan cara baik”.

Bila kita kuat memagang tradisi ini niscaya tak ada lagi upaya pengrusakan fasilitas umum, kantor, rumah makan dan pembunuhun atas segala bentuk tindakan yang dianggap makar apa pun alasannya.

Pasalnya, pemerintah telah menjamin keselamatan warganya dari segala mara bahaya dan main hakim sendiri. Keseriusan pemerintah merah-putih sekaligus ketegasan penegak hukum sangat dinantikan oleh warganya. Aparat penegak hukum harus berusaha tegas dengan cara mengusut tuntas atas terjadinya kekerasan, kematian ini.

Kiranya, apa yang diungkapkan oleh Karen Armstrong dalam Muhammad, A Biography the Prophet (2001), perlu kita renungkan bersama. “Muhammad memiliki bakat berpolitik dengan tatanan yang sangat tinggi, dia telah mengubah hampir seluruh kondisi umatnya, menyelamatkan mereka dari kekerasan dan disintegrasi yang tak berguna dan memberikan mereka identitas baru yang membanggakan.”

Mari kita ikuti suri tauladan Muhammad yang telah mendapatkan jaminan dari Allah. “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yangbaik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS:al-Ahzab.21).

Inilah pelajaran yang kita bisa ambil dari sikap kenegaraan Nabi Muhammad SAW untuk kepemimpinan kita supaya tegas dalam menegakan (keadilan) hukum. Selamat Maulud Nabi 1447 H.